PINDAI SEKALI, AKUNTABEL SELAMANYA : DARI KERTAS KE KINERJA
 
 
            
        Banten, internasionalpos.com
Barcode terenkripsi Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BPSDMD) bisa dikatakan mengubah kebiasaan jadi kebijakan. Kenapa seperti itu? Di banyak kantor publik, aset sering jadi “hantu”.
Ada di neraca, lenyap di ruangan. Logika sederhana, apa pun yang tidak tercatat, rawan salah kelola.
BPSDMD Provinsi Banten memilih berhenti kompromi. Bagaimana? Kartu Inventariasasi Ruangan (KIR) ala kertas yang mudah kusut diganti menjadi barcode terenkripsi.
Rancangan Kebutuhan Barang Unit (RKUB) pindah ke formulir daring. Penjadwalan pemakaian gedung disatukan dalam kalender bersama.
Ini bukan kosmetik digital, melainkan kontrak integritas, yaitu satu pintu, satu data, satu kalender.
Artinya? Setiap pindai adalah jejak akuntabilitas.
Aset punya identitas unik, pergerakannya tercatat, kondisinya terbarui, dan historinya bisa ditelusuri kapan saja.
Transformasi dari daftar ke dashboard, dari “punya aset” menjadi “kinerja aset.” Lompatan ini menggeser arsip rapi berpendekatan usang menjadi data yang hidup, siap dipakai untuk keputusan dan siap diaudit.
Kenapa penting? Karena kebocoran sering lahir dari perihal yang tampak remeh. KIR tertinggal, ruang dipakai tanpa catatan, perbaikan tak pernah masuk log.
Begitu proses dipaksa digital, celah-celah kecil itu tertutup.
Data lebih akurat, proses lebih singkat, transparansi naik kelas. Inilah birokrasi yang bisa diaudit kapan saja — baru bisa disebut birokrasi yang dapat dipercaya.
Dengan langkah ini, Banten tidak sekadar mengikuti arus digital, justru sekalian memimpin arusnya.
Go-live bukan garis akhir. Di sinilah nalar kebijakan berbicara. Pertama, dari drama ke dialektika.
Kebijakan yang sehat tidak bergantung pada drama rapat, melainkan dialektika berbasis bukti. Program barcode menutup ruang “katanya”, atau banyak wacana minim perubahan, dengan jejak data objektif.
Maksudnya? Jelas siapa memindai apa, kapan, di mana. Kedua, evidence first, opinion later. Keputusan lahir dari basis data yang sama, bukan angka pembenaran yang dicari belakangan.
Formulir daring merapikan proses, kalender bersama mencegah tumpang tindih, dan semua pihak membaca panel fakta yang sama.
Meskipun, perubahan ini juga menuntut capacity building yang berdampak, bukan seremonial.
Ukurannya sederhana, operator rutin memindai, verifikator menutup loop pengecekan, pimpinan membaca dashboard untuk memutuskan, dan bukan menyandarkan diri pada rumor.
Resepnya pelatihan berjenjang, SOP yang dipakai (bukan dipajang), pendampingan lapangan, dan audit trail yang menjaga disiplin.
Budaya kerja lama perlu learn–unlearn–relearn. Contoh? Kebiasaan manual di-unlearn (tinggalkan), kebiasaan baru — scan, log digital, kalender bersama — di-relearn (biasakan) sampai menjadi refleks.
Tanpa siklus ini, aplikasi hanya menambah pekerjaan, bukan menambah nilai.
Metrik pun harus bergeser dari “nilai aset” ke “nilai guna aset.” Kinerja aset diukur oleh utilisasi ruang, kecepatan perbaikan, tingkat kepatuhan pemindaian, dan manfaat layanan yang dihasilkan — bukan sekadar angka rupiah di neraca.
Aset yang tidak terlacak adalah biaya; aset yang terkelola dan termanfaatkan adalah manfaat.
Arsitekturnya jelas, satu pintu–satu data–satu kalender.
Integrasi proses lewat formulir daring, integrasi identitas lewat barcode unik, dan integrasi waktu lewat kalender bersama membentuk fondasi tata kelola yang mencegah duplikasi, memotong ambiguitas, dan memudahkan audit harian.
Kenapa repot? Jejak digital menyimpan kekuasaan baru, perlu manajemen risiko dan etika data, termasuk hak akses berjenjang, log yang tidak bisa dihapus, dan prinsip minimalisasi data.
Audit trail menjadi pagar mutu sehari-hari — bukan menakut-nakuti, tetapi menormalkan akuntabilitas.
Setelah stabil, sistem ini skalabel. Replikasi ke unit lain harus diselaraskan dengan agenda pembangunan daerah, agar inovasi bukan pulau teknologi, melainkan standar provinsi.
Di saat yang sama, kebijakan harus tahan guncangan: prosedur yang sederhana, failsafe operasional (misalnya antrian offline ketika jaringan padam), dan tinjauan triwulan berbasis data untuk koreksi arah.
Kebijakan hidup karena dipelihara, bukan karena diluncurkan.
Kita juga perlu membaca ekonomi politik perubahan. Akan ada biaya transisi bagi pihak yang nyaman dalam ketidakjelasan.
Jawabannya: hasil cepat yang terlihat publik—jadwal ruang real time, pelacakan aset yang tadinya rawan hilang — dikombinasikan dengan insentif berbasis kinerja dan penegakan yang konsisten. Koalisi pendukung harus lebih besar daripada koalisi penolak.
Pada akhirnya, yang kita tegakkan adalah disiplin proses, kesehatan data, dan normalisasi akuntabilitas.
Karena itu, mari dukung penuh kepemimpinan perubahan ini.
Dari manual menjadi terkendali. Dari biaya menjadi manfaat. Dari aset menjadi nilai. Tombol go-live hari ini bukan garis akhir, melainkan awalan menuju BPSDMD yang lebih tertib, transparan, dan akuntabel.
Sumber : Risnawati, Riswanda / rolis








